Pages

Minggu, 10 Juli 2011

takut

Takut, entah apa yang kurasakan ini wajar atau tidak??? Takut melalaikan dakwah ini, takut terdampar dalam lautan kemalasan, takut terjelembab dalam kebiasaan tanpa makna, takut kontribusi ini tidak bernilai. Apalah artinya hidup ini kalau tidak sadar akan hari penghisaban, tidak sadar dimana amal kita ditimbang, atau ketika yang maha kuasa pada saat itu membuka semua tabir alam semesta. Dimanakah diri kita pada saat itu, padahal diri kita di alam ini saja sudah tidak punya arti. Kembali keketakutan awal mungkin anda sendiri pernah merasakannya, ada berbagai macam cara, teori, dan formula untuk hal ini, akan tetapi sepertinya hari ini hal itu tidak berguna, tidak urgensi untuk di uji satu persatu kemudian tanpa sadar semuanya tidak berguna. Semoga Allah SWT memberikan saya kesabaran dalam hal ini, dan anda salah satu orang yang menengadahkan tangan untuk saya, untuk jiwa ini yang merasa berat, sesak,dan  serak. Entah kenapa saya seperti menelan pil super pahit yang menancapkan duri-duri disekitar kerongkongan saya.
Satu hal yang membuat saya kuat hingga hari ini adalah optimisme, sebuah perasaan seorang anak yang dulunya tidak bisa apa- apa kemudian memiliki emosional yang kuat terhadap perkembangan prinsip islami. lalu amanah itu menumpuk di otak belakang, sebagian menjadi energi hingga menambah lekukan otak ini hingga lebih cerdas, sebagian dirasakan tubuh ini menjadi penyakit yang membuat tabunan dosa membara kembali menaikan kembali berat timbangan pahala yang selalu saya amini, sebagian lagi menjadi catatan yang harus dipertanggung jawabkan kelak, dan saya berlindung dari yang terakhir ini. Optimisme ini yang sampai hari ini menyadarkan saya bahwa amanah ini tidak salah,  ia harus di nikmati sebagai sebuah anugerah terindah, kesempatan yang Allah SWT berikan kepada saya, dan mengingatkan saya bahwa pemimpin satu kakinya di surga dan kaki lainnya disurga. Ia bisa menduplikasi pahala yang hari ini saya kerjakan, atau menumpuk dosa yang hari ini saya tidak perhitungkan.
Jika anda merasakan ini segera minta tamparan rekan dekat anda, atau segera mengepel lantai masjid. Karena bisa jadi kita telah melupakan ukhuwah berjamaah, atau lupa mendekatkan diri kepada sang pencipta. Akan tetapi, ketika saya sendiri ingin melakukan kedua hal ini, saya selalu mendapatkan perhatian kasih sayang saudara yang memberikan sentuhan halus pada hati ini, kemudian tamparan itu terasa begitu merangsang aura jihadiyah dalam diri ini, atau ketika saya mencoba hal yang kedua, saya dapatkan masjid selalu bersih untuk orang yang mensucikan, kemudian melihat bahwa orang-orang penjaga masjidlah yang paling memiliki ketenangan di dunia ini, ia tidak terseok-seok mengejar dunia, ia tidak kehausan akan nilai ruhiah, dan di wajahnya menjawab bahwa aku ini orang soleh.
Semoga ketakutan saya diatas bisa luntur dengan optimisme kecil bahwa kita masih punya sesuatu yang harus di sukuri, yaitu, nikmat islam yang hari ini terus kita banggakan, nikmat iman yang hari ini menghindari kita dari kehinaan, atau nikmat ukhuwah yang telah menunjukkan kita sendiri. Kita masih dirindukan dengan segala kekurangan kita, di tengah kehancuran tatanan kita masih berusaha membangun tatanan itu walaupun bangunan itu dihancurkan oleh seribu, sejuta, dan seluruh manusia. Kita masih yakin dan menyakini seandainya sudah tidak ada lagi yang tersisa untuk berjuang maka pastikan kalau diri kita telah tiada.
renungan pribadi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar