Pages

Senin, 26 Desember 2011

entah kenapa begitu sepi diri ini, bukan permasalahan cinta atau mengejar sunahnya yang indah pernikahan (istilah dari rekan saya) bukan masalah itu. entah ada hal besar yang mengganjal hati ini, sangat besar, mungkin karena organisasi yang saya naungi begitu besar dengan ribuan orang-orang besar bahkan berpotensi lebih besar dari yang saya bayangkan. bukan,,,bukan masalah organisasi. atau masalah keluarga yang selalu ingin melihat saya kuat dari segi financial, memang itu sunah atau bahkan kewajiban yang melekat dalam setiap ayat-ayat mega indah dimana zakat bersanding dengan shalat, dimensi harta bersanding dengan ibadah ke ibadah langsung ke Allah SWT, tapi bukan itu pula yang membuat hati ini begitu bingung untuk menentukan arah.

dalam organisasi yang saya pimpin saya begitu kuat, sangat kuat, sepertinya rekan-rekan saya bingung ingin mengerjakan apa, didaerahnya yang ternyata penyebaran perjuangan belum merata seperti pemerataan islam masuk ke Indonesia, mungkin kita butuh sosok.

kembali kemasalah pribadi, ada hal yang ingin dianalogikan agar ini jelas, tidak absurd, atau ambiguitas. pernah seketika ada seekor burung yang terbang hinggap kesana dan kemari, tidak ada yang meminta ia menjadi seekor burung, tapi ketetapan Allah SWT dan itu pasti yang terbaik yang menyebabkan burung itu menjadi anugrah dan ayat-ayat tuhan yang dapat dibaca sewaktu-waktu. ya,, burung ia bebas dengan takdirnya sebagai burung, tapi ternyata burung itu punya masalah ia hidup dalam suasana yang ternyata tidak mendukungnya menjadi burung, ia terbang bebas tapi dirinya tersangkar oleh alam, mungkin karena perburuan burung yang tinggi, atau merasa kesepian karena terjerat dalam kenyataan bahwa ia bahkan teman-temannya yang telah lebih dulu diburu, untuk menjadi sekedar hiasan dalam sangkar atau di perjudikan dalam sebuah arena kicau burung.


ya, perasaaan saya sama persis seperti burung itu,saya di jerat oleh keadaan dimana sewaktu-waktu keadaan paling kritis bisa hadir, tapi toh perasaan saya, saya masih terbang bebas... dengan kesadaran sewaktu-waktu bahwa akan ada fenomena bahwa saya akan tertangkap atau kalau saya semakin nakal saya akan tertembak.


saya burung yang sadar akan seleksi alam, kemudian saya tetap terbang seakan tidak terjadi sesuatu apapun, kemudian berusaha mempersiapkan diri ketika bertemu dengan kawan-kawan lain yang mengingatkan kembali tentang ancaman yang ada. kemudian ku sempatkkan menjenguk dan menyadarkan kawanan burung lain yang terperangkap dalam sangkar yang terpuaskan di gemukkan hanya sampai masa manfaatnya, bahwa mereka berhak bebas. 

ya, dunia ini seperti kawanan burung, ada yang merasa beruntung dalam sangkar dengan hiasan yang sewaktu-waktu makanan bisa datang. ada kawanan burung yang tidak terbang sama sekali karena takut akan keadaan bahkan resiko yang tidak dibayangkan, atau burung-burung yang terbang dengan perhitungan yang matang yang saya ingin menjadi bagian didalamnya,, tapi kebiasaaan saya belum menelurkan karakter seperti itu,,, hanya tekat trial and error yang menyebabkan saya terus bergerak.


ya, ini masalah terbesar saya, saya tidak bersedia mempersiapkan diri padahal ada kedua sayap yang senantiasa menerbangkan saya lebih tinggi dari kedudukan hari ini. semoga ini dapat saya lewati dengan baik. hingga kemudian yang saya baca adalah merupakan hal yang membuat mimik saya menjadi tersenyum.

Senin, 14 November 2011

Seminar Nasional Ekonomi Islam & Rapat Pimpinan Nasional FoSSEI

Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dan BSO KSEI UNJ pada tanggal 22 Oktober 2011, bertempat di gedung sertifikasi guru lantai 8, telah mengadakan suatu even  nasional yaitu Seminar Nasional Ekonomi Islam yang bertemakan “Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Memajukan Ekonomi Islam”. Acara seminar nasional ini berlangsung dari pukul 09.00 WIB – 15.00 WIB.

Acara seminar nasional terbagi dalam dua sesi yang mengundang empat pembicara. Yaitu: Dr. Agustianto Mingka, M.Ag., Dr. Euis Amalia M.Ag., (Kaprodi FSH Muammalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Ali Sakti (Peneliti junior Bank Indonesia) dan Aziz Budi Setiawan, SEI., MM. (ketua program studi keuangan dan perbankan syariah,SEBI)

Pada sesi pertama, Ibu Dr. Euis Amalia M.Ag dan Bapak Dr. Agustianto Mingka, M.Ag. menyampaikan presentasinya mengenai “Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Ekonomi Islam”. Selanjutnya, pada sesi kedua, Bapak Ali sakti dan Bapak Aziz Budi Setiawan menyampaikan presentasi mengenai “Membangun Sumber Daya Insani yang Berkualitas dalam Pengembangan Ekonomi Islam.” Presentasi dari kombinasi empat pembicara tersebut mampu mengobarkan semangat para ekonom robbani FoSSEI untuk terus istiqomah mendakwahkan dan membumikan ekonomi islam seiring dengan tantangan dan kemajuan zaman pada saat ini.
Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan baik mahasiswa, masyarakat umum, akademisi ekonomi syariah dan juga beberapa utusan perwakilan dari pengurus regional FoSSEI serta perwakilan KSEI tiap daerah di Indonesia. Mulai dari daerah regional sumatera, kalimantan, jawa, jabodetabek, bengkulu, banten, dan lainnya. Dihadiri lebih dari 100 peserta hingga membuat ruang seminar hampir penuh.

Harapan kedepan, berharap bahwa perguruan tinggi dapat lebih berperan aktif dalam menciptakan sumber daya insani yang siap menjawab tantangan zaman dan juga kebutuhan di industri keuangan syariah yang terus tumbuh berkembang. Sinergitas antara perguruan tinggi sebagai pencetak sumber daya insani yang memahami aspek ekonomi islam dan manajemen keuangan dapat menunjang industri keuangan syariah & lembaga yang bergerak di bidang ekonomi syariah lainnya. Sehingga ekonomi islam dapat tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat luas.
Setelah acara seminar nasional selesai, pada pukul 16.00 WIB, acara dilanjutkan dengan rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang dipimpin oleh presidium nasional FoSSEI. Setelah acara Rapimnas dibuka, Para presidium memberikan arahan umum terkait kebijakan FoSSEI kedepan. Setelah itu, diadakan juga pertemuan antara koordinator regional (korreg) tiap daerah dengan presidium nasional terkait kebijakan FoSSEI yang akan diteruskan/dilaksanakan oleh pengurus regional dan beberapa agenda kedepan.
Dan untuk para utusan KSEI, diadakan juga workshop&sharing kaderisasi yang dipimpin oleh departemen nasional (Depnas) kaderisasi. Acara tersebut berlangsung sangat interaktif antara depnas dan utusan KSEI. Workshop tersebut membahas terkait kurikulum DEI, waktu pelaksanaan DEI, muatan materi DEI, dan perlu adanya acara roadshow oleh regional/komsat untuk menjelaskan isi buku manajemen KSEI.
Forum Silaturahiim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dan BSO KSEI UNJ pada tanggal 23 Oktober 2011, bertempat di Wisma Haji Indonesia, Cempaka Putih – Jakarta, mengadakan lanjutan dari rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Acara ini masih membahas terkait arah kebijakan&strategi FoSSEI kedepan dalam membumikan ekonomi islam pada waktu pagi harinya.

Pada kesempatan kali ini, hadir Pak Hendro Wibowo selaku presidium nasional korps alumni FoSSEI yang juga merupakan mantan presidium nasional FoSSEI dan juga Pak Ali Sakti selaku dewan pembina FoSSEI. Para tokoh tersebut datang untuk memberikan spirit taujih (motivasi) kepada para pengurus KSEI/Regional daerah.

Di akhir/penutupan acara sekitar pukul 12.30 WIB, dibacakanlah kesimpulan yang menjadi ringkasan dari Rapimnas yang telah dilaksanakan selama dua hari. Tiap presnas membacakan kesimpulan dan hasil kebijakannya. Kemudian, imam punarko selaku koordinator presidium nasional FoSSEI membuat manifesto Rapimnas FoSSEI 2011 yang merupakan ikhtisar dari seluruh kebijakan yang telah dirumuskan selama Rapimnas.

Minggu, 10 Juli 2011

takut

Takut, entah apa yang kurasakan ini wajar atau tidak??? Takut melalaikan dakwah ini, takut terdampar dalam lautan kemalasan, takut terjelembab dalam kebiasaan tanpa makna, takut kontribusi ini tidak bernilai. Apalah artinya hidup ini kalau tidak sadar akan hari penghisaban, tidak sadar dimana amal kita ditimbang, atau ketika yang maha kuasa pada saat itu membuka semua tabir alam semesta. Dimanakah diri kita pada saat itu, padahal diri kita di alam ini saja sudah tidak punya arti. Kembali keketakutan awal mungkin anda sendiri pernah merasakannya, ada berbagai macam cara, teori, dan formula untuk hal ini, akan tetapi sepertinya hari ini hal itu tidak berguna, tidak urgensi untuk di uji satu persatu kemudian tanpa sadar semuanya tidak berguna. Semoga Allah SWT memberikan saya kesabaran dalam hal ini, dan anda salah satu orang yang menengadahkan tangan untuk saya, untuk jiwa ini yang merasa berat, sesak,dan  serak. Entah kenapa saya seperti menelan pil super pahit yang menancapkan duri-duri disekitar kerongkongan saya.
Satu hal yang membuat saya kuat hingga hari ini adalah optimisme, sebuah perasaan seorang anak yang dulunya tidak bisa apa- apa kemudian memiliki emosional yang kuat terhadap perkembangan prinsip islami. lalu amanah itu menumpuk di otak belakang, sebagian menjadi energi hingga menambah lekukan otak ini hingga lebih cerdas, sebagian dirasakan tubuh ini menjadi penyakit yang membuat tabunan dosa membara kembali menaikan kembali berat timbangan pahala yang selalu saya amini, sebagian lagi menjadi catatan yang harus dipertanggung jawabkan kelak, dan saya berlindung dari yang terakhir ini. Optimisme ini yang sampai hari ini menyadarkan saya bahwa amanah ini tidak salah,  ia harus di nikmati sebagai sebuah anugerah terindah, kesempatan yang Allah SWT berikan kepada saya, dan mengingatkan saya bahwa pemimpin satu kakinya di surga dan kaki lainnya disurga. Ia bisa menduplikasi pahala yang hari ini saya kerjakan, atau menumpuk dosa yang hari ini saya tidak perhitungkan.
Jika anda merasakan ini segera minta tamparan rekan dekat anda, atau segera mengepel lantai masjid. Karena bisa jadi kita telah melupakan ukhuwah berjamaah, atau lupa mendekatkan diri kepada sang pencipta. Akan tetapi, ketika saya sendiri ingin melakukan kedua hal ini, saya selalu mendapatkan perhatian kasih sayang saudara yang memberikan sentuhan halus pada hati ini, kemudian tamparan itu terasa begitu merangsang aura jihadiyah dalam diri ini, atau ketika saya mencoba hal yang kedua, saya dapatkan masjid selalu bersih untuk orang yang mensucikan, kemudian melihat bahwa orang-orang penjaga masjidlah yang paling memiliki ketenangan di dunia ini, ia tidak terseok-seok mengejar dunia, ia tidak kehausan akan nilai ruhiah, dan di wajahnya menjawab bahwa aku ini orang soleh.
Semoga ketakutan saya diatas bisa luntur dengan optimisme kecil bahwa kita masih punya sesuatu yang harus di sukuri, yaitu, nikmat islam yang hari ini terus kita banggakan, nikmat iman yang hari ini menghindari kita dari kehinaan, atau nikmat ukhuwah yang telah menunjukkan kita sendiri. Kita masih dirindukan dengan segala kekurangan kita, di tengah kehancuran tatanan kita masih berusaha membangun tatanan itu walaupun bangunan itu dihancurkan oleh seribu, sejuta, dan seluruh manusia. Kita masih yakin dan menyakini seandainya sudah tidak ada lagi yang tersisa untuk berjuang maka pastikan kalau diri kita telah tiada.
renungan pribadi


Kamis, 30 Juni 2011

Pelopor Perubahan (karakter Ekonom Rabbani no 3)



Salah satu keunikan Abu Bakar As Shidiq adalah beliau selalu mendahului sahabat-sahabat yang lain dalam amal perbuatan, Beliau sangat mulia mendapatkan kesempatan hijrah bersama baginda Rasullulah SAW, menginfakkan seluruh hartanya ketika sahabat yang lain loyal memberikan separuh, setengah, dan seperempat, melakukan tiga amalan sekaligus sebelum subuh (Berinfak, Ta’ziyah, dan menjenguk orang sakit), membuat sang singa padang pasir Umar Bin Khatab merasakan beban yang sangat berat dengan ketabahan dan kesabarannya, dan jutaan tindakan lain yang membuat Jibril tidak mampu menghitung bobot amal perbuatannya.

Kamis, 16 Juni 2011

Persaudaraan

“Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (Riwayat Muslim)

Siapa yang tidak berharap dengan sebuah nikmat naungan pada saat semua orang membutuhkan pertolongan. Seorang anak tidak mengenal ibunya, ibu tidak mengenal anaknya, seorang suami tidak peduli dengan istrinya, dan seorang yang bersahabat karib bisa jadi musuh paling utama. Hari dimana semua orang berharap untuk bisa selamat dari siksa api neraka yang pada saat itu didekatkan oleh Allah SWT.  Ya, saat itu naungan Allah SWT akan sangat kita harapkan, melalui nauangnnya kita bisa tenang dan tentram didalam huru-hara yang sangat besar itu.

Selasa, 14 Juni 2011

Ekonom Rabbani

Selain mengukuhkan visi  “Membumikan Ekonomi Islam”, setelah sempat mengalami perubahan beberapa tahun perjuangan. FoSSEI saat ini tengah mengembangkan sebuah konsep Ideologi yang kemudian di ejawantahkan dalam sebuah kalimat “ Ekonom Rabbani”. Sebagaimana namanya Ekonom Rabbani kita semua berharap FoSSEI benar-benar menjadi wadah organisasi kaderisasi yang mengisi tatanan perekonomian Islami yang hari ini kian mendapatkan respon di masyarakat. Seperti Anis Mata yang biasa mengaktualisasikan cinta dalam setiap tulisannya, maka hari ini saya ingin mencoba mendalami Ekonom Rabbani yang nyatanya punya filosofi nilai-nilai luhur manusia yang selalu menempatkan porsi kehidupan dunia dalam perspektif mengejar akhirat.

Ekonom Rabbani di bentuk atas segenap alasan rill yang hari ini diperlukan dalam sebuah masyarakat. Masih teringat segar di ingatan kita, para mahasiswa pada peristiwa 98 yang turun kejalan untuk menuntut perbaikan dimasyarakat. Namun, hari ini sebagian mereka menjadi tokoh di negara ini, dan dapat kita saksikan ternyata sebagian dari mereka terjerat dalam neocorruption dan paham kapitalisme yang jelas-jelas semakin menjerat masyarakat kita dalam lingkaran setan kemiskinan. Hanya sebagian kecil orang saja yang masih menanam dalam-dalam idealismenya, dan menerima konsekwensi bahwa orang seperti ini akan tenggelam karena tidak mendapat tempat di mata media manapun. Wacana ini diungkapkan kan oleh rekan saya, yang khawatir kalau saja kader FoSSEI dapat tersilaukan oleh pesona kapitalisme dan materialistik, sehingga nilai-nilai yang selama menjadi mahasiswa ia perjuangkan akan luntur tak berbekas.
Sebuah kesadaran bahwa Kader FoSSEI harus memiliki karakteristik Ekonom Rabbani yang menekankan pada Aqidah yang lurus, karakter kokoh, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, mengedepankan ukhuwah, amal jama’i, dll. Rancangan ini yang kemudian diharapkan dapat menghadirkan fitrah seorang manusia yang mempunyai nilai-nilai ketuhanan dalam dirinya. Dalam buku ESQ dikatakan bahwa manusia di dunia ini memiliki sifat-sifat Asmaul Husna, seperti ingin menolong orang yang kesusahan (maha Penyayang), selalu mencintai kesucian ( yang maha suci), dll. Sifat ini yang berusaha dihadirkan kepada kader FoSSEI, bahwa seseorang yang semakin menyibukkan dirinya kepada Allah SWT secara otomatis ketokohannya dalam mendakwahkan ekonomi islam akan berkorelasi positif.

Suasana pertemuan FoSSEI yang saling mendekapkan semangat ukhuwah dalam setiap kesempatan, dengan nilai-nilai dakwah dalam mensyiarkan ekonomi islam, dan sikap kritis aplikatif dalam kegiatan keilmiahan merupakan salah satu dari proses internalisasi ekonom rabbani dalam kehidupannya. Ali Sakti salah satu pembina FoSSEI menyatakan seharusnya FoSSEI yang ideal dalam setiap aktivitasnya selalu menekankan pada kesederhanaan, menghindari makanan sisa yang terbuang, Standing party, pemborosan, dan hal-hal yang seharusnya dihindari karena lebih banyak kemudharatan. Merupakan hal mendasar yang seharusnya sudah tertanam dalam aktivitas yang dilaksanakan FoSSEI seperti seminar, workshop, kajian, dll. Dari kebiasaan sederhana ini wujud kepedulian para aktivis ekonom rabbani dapat terus di pupuk, terutama untuk hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam beberapa tahun kedepan, kita percaya bahwa para aktivis FoSSEI yang taat menjalankan kehidupan islaminya dengan mengacu kepada Ekonom Rabbani lah yang akan bertahan dan terus berada dalam lingkaran perjuangan ini. Aktivis ini yang kemudian terdepan dalam sebuah tatanan masyarakat dengan perjuangannya dalam membumikan ekonomi islam, ia dapat menempatkan dirinya dalam segala keadaan yang paling terburuk pun, hartanya di tangannya bukan dihatinya, kebiasaanya mencirikan ke zuhud an, hatinya terpaut pada kehidupan yang kekal yang pasti akan dia hadapi, perkataannya selalu optimis dan beraroma jihad, umurnya lebih panjang dari pada masa hidupnya, dan kebaikannya adalah contoh tauladan lingkungan tempatnya beraktivitas. Itulah para kader ekonom rabbani yang dinantikan masyarakat, sehingga pembumian ekonomi islam menjadi sebuah keniscayaan yang akan selalu ada pejuangnya.
Imam Punarko

Minggu, 05 Juni 2011

Ukhuwah di Segenggam Tanah Syurga*

Segenggam tanah surga yang dibuang ke bumi, itulah ungkapan yang di sematkan kepada negeri kerinci, negeri laiknya kuali tempat memasak, bentuknya cekung dikelilingi oleh pegunungan. Udara di wilayah ini sejuk dan cuacanya dingin seperti di kawasan bogor. Ketika malam wilayah ini menjadi ruang terbuka dengan pemandangan astronomi perbintangan yang sangat jelas, entah kenapa bintang di sini begitu berserakan dengan jajaran bintang yang lebih padat daripada jajaran bintang yang terlihat diwilayah lain, sepertinya bentuk cekung wilayah ini menjadi lensa superbesar yang menyediakan pemandangan yang sangat eksotik ini. Inilah kabupaten kerinci di propinsi Jambi, negeri yang masih alami dengan kebudayaan penduduknya yang masih memegang moral dan etika yang masih terjaga baik.

Kabupaten Kerinci sendiri memiliki objek wisata yang berdekatan, dan memiliki tingkat kealamian yang tersusun sebagaimana ia dibentuk oleh alam. Dari Air terjun di pegunungan sampai gambaran dataran rendah berupa danau dan kawah air panas. Dari gambaran sederhana ini layak disematkan kota Indah nan elegan yang menyebabkan ia dianggap bagian dari lempengan surga, kesejukannya membuat paru-paru bergairah menghela nafas panjangnya, membuat tubuh menggigil hingga sangat cocok untuk menjadi penguat struktur tubuh manusia.

Kota berkah ini memang harus tetap ada, karena dari keasrian kerinci kita dapat melihat bentuk rasa syukur kita kepada sang khalik. Pemerintah dan masyarakat seharusnya membuat tim yang menjaga wilayah ini dari sentuhan westernisasi, dari mangsa kapitalistik yang mengeruk potensi wilayahnya, dari hedonisme yang membuat individualistik masyarakatnya.

Disinilah FoSSEI SUMBAGTENG (Sumatera Bagian Selatan ) yang di antaranya menjadi titik pergerakan kelompok studi ekonomi islam(KSEI) diwilayah Riau, kep Riau, Jambi, Padang, Bukit Tinggi, dll dalam merangkai kegiatan dakwah Ekonomi Islam. Setiap regional memiliki karakteristiknya masing-masing, FoSSEI Jabodetabek dengan Kedekatan antar KSEInya, begitu juga FoSSEI Jogja, dan FoSSEI Banten. Selain 3 wilayah ini, wilayah FoSSEI memiliki keluasan wilayah, yang berkumpulnya saja dapat menjadi pundi-pundi amal ibadah mulai dari mencari dana, jarak perjalanan, sampai persiapan acara. Hal ini bisa menjadi contoh kita bersama untuk dapat belajar dari perjuangan rekan-rekan didaerah-daerah yang kian hari semakin militan.

Setidaknya dari Mureg Sumbagteng yang diadakan di STAIN Kerinci kemarin kita dapat menangkap beberapa kelebihan dari Regional ini. Pertama, Wilayah ini memiliki potensi alam yang luas sehingga butuh tokoh ekonom rabbani yang mengelolanya. Kedua, wilayah perjuangan yang luas menjadi bagian penting sebagai penguat dan daya tahan militansi seseorang. Ketiga, informasi yang terbatas diharapkan dapat ditingkatkan sehingga meningkatkan sinergi antara lembaga-lembaga pengembang ekonomi islam dengan mahasiswa dalam membuat instrumen yang cocok untuk menggarap potensi alam yang masih belum terjamah. Keempat, wilayah yang masih kuat unsur kebudayaannya dengan nilai moral dan etika yang masih digenggam erat menjadi laboratorium paling baik dalam mengembangkan ekonomi islam.

Keuntungan-keuntungan ini diharapkan dapat ditingkatkan oleh para pejuang ekonomi islam di wilayah yang sampai saat belum terurus dengan becus(baik) ini. Karena karakteristik FoSSEI Merajut ukhuwah, dalam Dakwah, bernuansa Ilmiah ini diharapkan FoSSEI dapat menjadi alternatif dari kekosongan sistem perekonomian yang hari ini makin bernuansa eksploitatif. Menjadi pekerjaan rumah kita bersama seandainya FoSSEi dapat menjadi solusi sebelum permasalahan terjadi, di Wilayah Sumatera Bagian Selatan ini masyarakatnya masih menganut apa yang saya sebut enterpreneur kekeluargaan. Masyarakatnya memanfaatkan kreatifitasnya dalam menghasilkan produk dengan penjualan yang jaringan kekeluargaannya masih sangat kuat, sehingga dalam menghasilkan semisal dodol saja, maka sang enterpreneur masih mendapatkannya dari keluarga terdekat, dari mulai gula yang didapat dari paman, kelapa dari sepupu, dibuat dengan anak dan saudara kandung, ataupun jika harus kepasar maka barang yang dibeli biasanya dari teman bermain waktu kecil, dsb.

Konsep berjualan nan berkah serta makin jarang ditemukan di kota besar ini mesti menjadi titik fokus rekan-rekan ekonomi islam di FoSSEI. Kita lihat negeri cina yang hari ini menguasai Pasar Retail Indonesia sehingga hampir disetiap sudut dari bengkel sampai toko kelontok dikuasai warga keturunan cina ini, kemudian kerjasama ala Meiji di Jepang yang berhasil menguasai Otomotif di Indonesia bahkan di Dunia Internasional sampai saat ini, dan terakhir konsep persaudaraan zionis Yahudi yang dengan kebanggaan maha tinggi terhadap rasnya menciptakan pengusaan terhadap sektor moneter mulai dari masa Rockefellernya sampai george sorosnya yang diyakini memiliki dana yang dapat membuat limbung suatu negara. dari fakta ini kita dapat memahami hanya dengan konsep persaudaraan islam yang kuat sesungguhnya perekonomian umat manusia dapat diselamatkan. Sebab, dari Islamlah keberkahan muncul, konon katanya dengan kemiskinan non persen di pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kemudian menyebabkan alam mendukung kekuasaannya, menurut sejarah bulir gandum di sama ini sebesar biji buah kurma. Bisa dibayangkan, berapa buat butir gandum saja jika kita ingin makan.

Inilah Pekerjaan Rumah kita selaku pejuang dakwah ekonomi islam yang seharusnya sudah berfikir ilmiah untuk mengembangkan wilayah dimana kita berada. Dan memperkecil diri kita menyibukkan dari fanatisme golongan yang menyebabkan kita tidak bersatu, politik kepentingan yang membuat dakwah menjadi goyang, atau permasalahan remeh-temeh pengakuan yang menyebabkan dakwah tidak ikhlas dan jauh dari berkah.
Seharusnya kita mengembalikan dakwah kita sesuai dengan visi dakwah yang Rasullulah SAW contohkan pada kita, dan ini merupakan refleksi kita bersama. Pertama Rasullulah SAW mempersiapkan pribadi yang kuat terlebih dahulu dengan mendekatkan kaumnya dengan Allah SWT dengan perjuangan dakwah yang tidak sederhana, 10 tahun beliau menguatkan kader dakwahnya di mekkah dengan ancaman pembunuhan, penyiksaan, dan pelecehan. Ingatlah cobaan itu lah yang menguatkan kita, hingga Rasullulah SAW merasa bahwa umatnya akan mudah goyak ketika Allah SWT membukakan harta dan kemudahannya, bukan ketika umatnya tidak bisa makan dan berada dalam jeratan kemiskinan.

Kedua. Konsep Hijrah Rasullulah SAW menjadi bukti bahwa dakwah harus senantiasa berfilosofi dengan senantiasa membuka jalur dakwah baru dengan senantiasa merindukan sebuah kemenangan dakwah, perpindahan bukti sebagai penguat dakwah bukan ketakutan. Ini yang sempat menjadi kisah lucu saya di Kerinci, ketika Akh Dores menanyakan apakah saya bersedia tinggal di Sumatera, saya katakan, sedang saya pertimbangkan. Artinya saat itu saya berfikir hegemoni Jakarta dengan masyarakatnya yang kian dekat dengan kamaksiatan, bergumul, kemudian menjadikan tempat umum karpet merah menampilkan budaya. Astagfirullah, saya hanya ingin menjadi orang-orang yang dikatakan Rasullulah SAW orang yang terbaik adalah orang yang sabar dan berusaha merubah keadaan tidak ideal di sekitarnya.
Ketiga, kemenangan dakwah pasti terjadi, man jadda wa jadda (siapa yang berusaha pasti bisa), dan ketika itu terjadi kita menjadi orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada Allah SWT dengan sebenar-benar nya taqwa.

Melalui Musyawarah Regional SUMBAGTENG saya banyak belajar dan menyaksikan perjuangan rekan-rekan FoSSEI di sini dalam berkumpul memperjuangkan ekonomi islam agar tegak di pertiwi. Saya pun merasa belum melakukan apapun ketika menyaksikan pejuang dakwah ekonomi islam di sini. Hanya rasa syukur saja bahwa ketika amanah ini diberikan karena kemurahan Allah SWT yang menempatkan saya dalam medan dakwah dimana informasi menjadi harga yang murah untuk mendapatannya, dengan jarak tempuh yang ideal, kompetisi masyarakatnya yang membentuk pribadi tangguh dalam jarak masyarakat yang menunggu untuk di bangkitkan fitrah-fitrah ilahiahnya.

Beginilah kisah sederhana negeri sungai penuh, negeri yang baru dan membuat saya menjadi merasa tertarik hingga menciptakan kesan-kesan norak, ingin tahu, dan kurang sopan dalam menyambangi dan menanyakan hal-hal yang baru bagi saya ini. Semoga inilah keuntungan dakwah islam, melihat pejuang-pejuangnya merasa bahagia berukhuwah, dan merasakan cinta yang di rindukan oleh oleh penduduk-penduduk syurganya.

 *(cerita perjalanan dari Musyawarah Regional FoSSEI Sumbagteng di Kerinci) oleh Imam Punarko, Presidium Nasional FoSSEI 2010-2011

Akumulasi Kebaikan

Entah kenapa ketika sebagai manusia kita punya kemampuan untuk mengakumulasikan kekuatan. coba anda berfikir sejenak, ketika kita berkumpul dengan teman dalam acara seminar, pelatihan, mabit (malam bina iman dan taqwa), pengajian bulanan, dll. membuat kita seakan telah menggapai puncak keimanan tertinggi kita, seakan surga begitu dekat, semangat meletup kuat, dan hati terasa tentram. ini lah yang dijanjikan Allah SWT bahwa manusia yang senantiasa mengikuti lingkaran pengajian akan mendapatkan naungan dari malaikat-malaikatnya.

disisi yang lain, kita perhatikan hari ini masyarakat ternyata semakin terakumulasi kedalam kemaksiatan. tempat berkumpul untuk mengakumulasikan kemaksiatan semakin terlihat. lokalisasi perjudian, percintaan/perzinahan (lokalisasi PSK), pemborosan (mall), dll menjadi begitu kentara dimasyarakat. saya khawatir jika ini berlanjut maka kecenderungan masyarakat untuk mengakumulasikan kekuatan kembali terjadi. lihat saja hasilnya, tauran, korupsi, dan pembunuhan meraja rela. setidaknya, mengefektifkan kebaikan yang hari ini semakin jarang harus segera ditambah. dan kembali hati ini punya barometer kebaikan yang akan terus ditanamkan walaupun hati begitu pekat tertutupi kemaksiatan. 

baru-baru ini di Mureg FoSSEI Sumbagteng saya merasakan bagaimana hati-hati menunjukkan barometernya. salah satu peserta Mureg yang perilakunya dalam permasalahan etika dan moral dapat kembali memunculkan aura kebaikan yang tertanam dan mengakar kuat didalam hatinya. sampai pada saat sesi perkenalan ungkapan itu terdengar, "saya salut disini tidak ada yang merokok, kehidupan saya memang dahulu kurang baik. tapi sekarang saya mau berubah, saya merasa lebih dekat dengan Tuhan, terima kasih teman-teman". ungkapan ini membahagiakan siapapun pejuang kebaikan, dan ungkapan ini yang mengecutkan  nyali setan karena tersadar kerjanya sia-sia, tidak berguna, dan melelahkan. 

dan semoga saja kita tidak lelah memperjuangkan yang hak dan menghindari yang bhatil, hingga akumulasi kebaikan itu dapan menjadi dominan dihati kita, hingga rahmat Allah SWT melingkupi kita di yaumul akhir nanti. amin

Optimisme

Meninggikan pohon dakwah memang tidak semudah yang terlihat, harus rajin di beri pupuk, dibersihkan dari hama, dan diberikan intensintas sinar matahari yang cukup. tetapi ada yang lebih sulit dari itu semua menjaganya untuk tetap subur dan  memiliki postur yang baik. hingga kuat di hantam terjangan air, tidak mudah tergerus abrasi, dan mendatangkan manfaat bagi tanah disekitarnya. seandainya ini sudah terjadi, baru kita siap memetik buah yang manis nan ranum.

ada yang bisa menjelaskan kenapa seseorang bisa jenuh dalam memperjuangkannya, ada yang seperti tidak tahu bahwa pohon itu akan berbuah, atau pesimistis buahnya akan manis?
memang hanya kepada Rasullulah SAW optimisme itu terlihat, banyak kisah beliau yang hari ini bisa kita ambil hikmahnya hingga seperti sumur yang terus menghasilkan air walaupun ribuan kali di ambil.

ya Optimisme, seperti Soekarno yang menyakinkan bangsanya bahwa mereka bukan mental tempe.
ya Optimisme, semoga kita masih tetap memilikinya

Rabu, 18 Mei 2011

PRESS RELEASE AKSI SIMPATIK KAMPANYE NASIONAL “INDONESIA OPTIMIS TANPA RIBA”

AKSI SIMPATIK “INDONESIA OPTIMIS TANPA RIBA”
FORUM SILATURAHIIM STUDI EKONOMI ISLAM
MONAS - BUNDARAN HOTEL INDONESIA
JUMAT, 13 MEI 2011

Aksi Simpatik “Indonesia Optimis Tanpa Riba” dilaksanakan pada hari jumat, 13 Mei 2011 berlangsung dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Acara aksi simpatik ini dimulai dengan pengkondisian oleh tim aksi yang sudah datang terlebih dahulu di depan Bundaran Bank Indonesia/Tugu Tani. Pengkondisian telah dimulai dari pukul 13.00 WIB, sambil menunggu teman-teman ekonom rabbani yang masih dalam perjalanan dan juga mobil sound yang akan digunakan untuk orasi tiba. Sekitar pukul 13.30, rombongan teman-teman ekonom Rabbani dari UIN Ciputat datang. Disusul kemudian rombongan dari STEI Tazkia, UNJ, STEI SEBI, SAHID, TRISAKTI, IPB dan para pejuang ekonom Rabbani dari kampus lainnya.

Pukul 14.00 WIB, mobil sound tiba. Acara dibuka dengan pembacaan tilawah Quran. Kemudian sambutan/orasi dari Komsat Jakarta Timur-Jakarta Pusat FoSSEI Regional Jabodetabek yaitu Barli Halim. Dilanjutkan dengan orasi dari Erwin Setiawan selaku koordinator FoSSEI Regional Jabodetabek. Kemudian perwakilan dari Komsat Bogor, saudara Willy Mardian. Dan terakhir ialah orasi dari Presiden Nasional 1 FoSSEI saudara Imam Punarko. Para orator memberikan semangat kepada seluruh pejuang ekonomi islam yang mengikuti aksi simpatik pada hari tersebut. Para orator memekikkan semangat bahwa Indonesia optimis tanpa riba dan mengungkapkan fakta di balik riba yang sangat menyengsarakan rakyat. Meskipun cuaca cukup panas menyengat, namun tak menyurutkan langkah dan memadamkan semangat.

Sambil berorasi, teman-teman ekonom rabbani FoSSEI juga membagikan tulisan artikel, stiker, leaflet dan atribut lainnya pada masyarakat sekitar yang intinya mengajak masyarakat untuk menjauhi riba. Semua aksi dilaksanakan dengan tertib tanpa ada tindakan anarkis. Sekitar pukul 14.30 WIB, para peserta aksi simpatik mulai mempersiapkan diri untuk melakukan long march menuju bundaran hotel Indonesia. Sambil merapihkan barisan dan membentuk formasi yang dipimpin oleh saudara Amri dari atas mobil sound.

Setelah formasi rapih, mobil sound bergerak menuju bundaran Hotel Indonesia diiringi oleh para peserta aksi simpatik. Sambil berjalan, para peserta menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan juga lagu ekonom rabbani. Selain itu, para ketua-ketua KSEI/perwakilannya diminta untuk menyampaikan orasinya mengenai Indonesia optimis tanpa riba selama perjalanan menuju bundaran Hotel Indonesia. Dimulai dari orasi perwakilan BSO KSEI UNJ, dilanjutkan dengan orasi dari perwakilan STAIT SAHID, LISENSI UIN Syarif Hidayatullah, PROGRES STEI Tazkia, dan lainnya. Semua perwakilan yang berorasi mengajak masyarakat yang ada di sekitar untuk menjauhi riba. Sambil berorasi, teman-teman ekonom Rabbani FoSSEI yang lain juga ikut serta dalam membagikan artikel, stiker, leaflet, dan lainnya pada masyarakat sekitar yang sedang berjalan/mengendarai kendaraan.

Orasi terus berlanjut sambil diiringi lagu-lagu perjuangan hingga akhirnya sampai di bundaran Hotel Indonesia pada pukul 16.00 WIB. Disana, presiden nasional FoSSEI ditemani perwakilan dari tiap KSEI dan juga seluruh peserta membacakan deklarasi “Indonesia Optimis Tanpa Riba yang berupa himbauan berupa:
  1. Menghimbau kepada masyarakat untuk meninggalkan Riba/Bunga yang hari ini banyak terdapat dalam lembaga keuangan di Indonesia
  2. Pemerintah harus meninggalkan lingkaran pinjaman berbasis bunga baik melalui pinjaman luar negeri, obligasi, dan SBI yang bunga dan pelunasan hutangnya hingga hari ini telah menguras APBN bangsa Indonesia
  3. Masyarakat diminta tetap optimis dan turut aktif menghindari transaksi Riba yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan.

Selasa, 17 Mei 2011

Snapshot Aksi FoSSEI "Indonesia Optimis Tanpa Riba " Tanggal 13 Mei 2011




Ma'alim fith Thariq atau Petunjuk Jalan

Inilah buku Ma'alim fith Thariq atau Petunjuk Jalan yang menjadi karya terakhir dan fenomenal dari Sayyid Quthub setelah tafsir Fi Zhilalil Quran.
Umat manusia sekarang ini berada di tepi jurang kehancuran. Keadaan ini bukanlah berasal dari ancaman maut yang sedang tergantung di atas ubun-ubunnya. Ancaman maut itu adalah satu gejala penyakit dan bukan penyakit itu sendiri.
Sebenarnya puncak dari keadaan ini ialah: bangkrut dan menyimpangnya umat manusia di bidang “nilai” yang menjadi pelindung hidupnya. Hal ini terlalu menonjol di negara-negara blok Barat yang memang sudah tidak punya nilai apa pun yang dapat diberinya kepada umat manusia; bahkan, tidak punya sesuatu pun yang dapat memberi ketenangan hatinya sendiri, untuk merasa perlu hidup lebih lama lagi; setelah sistem “demokrasi” nampaknya berakhir dengan kegagalan dan kebangkrutan, sebab ternyata ia sudah mulai meniru - dengan secara berangsur-angsur - dari sistem negara-negara blok Timur, khususnya di bidang ekonomi, dengan memakai nama sosialisme!
Demikian juga halnya di negara-negara blok Timur itu sendiri. Teori-teori yang bercorak kolektif, terutamanya Marxisme yang telah berhasil menarik perhatian sebahagian besar umat manusia di negara-negara blok Timur itu – dan malah di negara-negara blok Barat juga - dengan sifatnya sebagai suatu isme yang memakai cap akidah juga telah mulai mundur teratur sekali dari segi ‘teori’ hingga hampirlah sekarang ini lingkungannya terbatas di dalam soal-soal ‘sistem kenegaraan’ sahaja dan sudah menyeleweng begitu jauh dari dasar isme yang asal dasar-dasar pokok yang pada umumnya bertentangan dengan fitrah umat manusia dan tidak mungkin berkembang kecuali di dalam masyarakat yang mundur, atau pun masyarakat yang begitu lama menderita di bawah tekanan sistem pemerintahan diktator.
Hatta di dalam masyarakat seperti itu sendiri pun - telah mulai nampak kegagalan di bidang materi dan ekonomi; yaitu bidang yang paling dibanggakan oleh sistem itu sendiri.
Lihat sahaja Russia, negara model dari sistem kolektif itu, telah mulai diancam bahaya kebuluran yang hampir sama dengan keadaan di zaman Tzar dahulu; hingga negara itu telah terpaksa mengimpor gandum dan bahan-bahan makanan serta menjual emas simpanannya untuk membeli bahan makanan itu.
Ini puncak dari kegagalan sistem pertanian kolektif dan sistem ekonomi yang bertentangan dengan fitrah umat manusia. Oleh itu, maka umat manusia mestilah diberikan pimpinan baru!
Sesungguhnya peranan pimpinan manusia barat atas umat manusia ini telah hampir tamat. Ini bukanlah kerana ekonomi Barat itu telah bangkrut dan dari segi benda atau telah lemah dari segi ekonomi dan kekuatan tentara, tetapi sebenarnya karena sistem Barat itu telah tamat tempohnya sebab ia tidak lagi mempunyai stock “nilai” yang melayakkan dia memegang pimpinan.
Umat manusia memerlukan suatu pimpinan yang mampu menyambung terus ekonomi kebendaan seperti yang telah dapat dicapai sekarang melalui ekonomi cara Eropah itu, juga yang mampu memberikan nilai baru yang lengkap, sebanding dengan yang telah ada dan telah popular di dalam masyarakat manusia, juga yang mempunyai program yang aktual, positif dan praktis.
Hanya Islam sajalah yang mempunyai nilai-nilai dan program yang sangat diperlukan itu.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah pun menunaikan tugasnya. Sejak dari zaman kebangkitan di dalam abad keenam belas Masihi dan telah mencapai puncak kemajuannya di dalam abad kedelapan betas dan abad kesembilan belas. Sesudah itu, ekonomi Eropa sudah kehabisan bahan simpanan, untuk disumbangkan kepada umat manusia.
Demikian juga faham-faham “kebangsaan” dan “perkauman” yang telah muncul pada ketika itu, dan beberapa buah negara gabungan telah lahir dan telah memberikan sumbangannya kepada umat manusia tapi faham-faham “kebangsaan” dan perkauman” itu sudah tidak mampu memberikan apa-apa kepada umat manusia, karena sudah kehabisan bahan simpanan…
Pada akhirnya sistem-sistem yang berdasarkan kebebasan individu dengan disusuli pula oleh sistem kolektif telah selesai peranannya dan berakhir dengan kegagalan juga.
Sekarang tibalah pula giliran ISLAM dan peranan “umat” di saat yang paling genting ini. Islam yang tidak memandang remeh dan rendah kepada hasil ciptaan sains yang dilakukan oleh umat manusia sebelum ini dan akan terus dilakukan oleh umat manusia di sepanjang zaman kerana Islam memandang kemajuan di bidang ciptaan sains itu sebagai salah satu tugas utama manusia sejak Allah melantik umat manusia ini menjadi “khalifah” dan pemerintah di bumi ini, dan di bawah syarat-syarat tertentu pula, Islam memandangnya sebagai ibadat kepada Allah, dan sebagai pelaksanaan tujuan hidup manusia:
Firman Allah: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak jadikan seorang khalifah di muka bumi." (Al-Baqarah: 30)
Dan firman Allah: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Adz-Dzariat: 5)
Maka tibalah giliran bagi “UMAT ISLAM” melaksanakan tujuan Allah yang telah melahirkan umat ini ke tengah-tengah masyarakat umat manusia:
"Kamu [umat Islam] adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, yaitu kamu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan dan kamu beriman kepada Allah." (Ali Imraan: 110)
Dan firman Allah: "Dan demikianlah kami jadikan kamu [umat Islam] umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul [Muhammad] menjadi saksi atas perbuatan kamu ..." (Al-Baqarah: 143)
Tetapi Islam tidak akan mampu menunaikan tugasnya kecuali bila ia menjelma di dalam sebuah masyarakat, yaitu ia menjadi panduan hidup suatu umat kerana umat manusia tidak mau mendengar - terutama sekali di zaman mutakhir ini - kepada suatu akidah yang kosong, yang tidak dapat dilihat buktinya melalui suatu bentuk hidup yang nyata dan dapat disaksikan sedangkan “wujud” umat Islam itu sendiri boleh dianggap telah terputus -sejak beberapa abad yang lalu.
UMAT ISLAM itu bukanlah seperti sebidang tanah di mana Islam hidup di situ, bukan juga suatu kaum atau golongan orang yang nenek moyang mereka dahulu pernah menghayati Islam sebagai panduan hidup mereka kerana sesungguhnya “umat Islam” itu ialah suatu golongan manusia yang menimba hidup, konsep realiti, nilai hidup mereka dari sumber Islam dan umat ini, dengan ciri-ciri yang disebut di atas, telah terputus wujudnya sejak terhentinya pelaksanaan undang-undang dan syariat Islam dari seluruh muka bumi ini.
Oleh sebab itu maka perlulah dipulihkan wujud umat itu; supaya Islam dapat menunaikan peranan yang sangat diharapkan itu, dalam memimpin umat manusia sekali lagi.
Memanglah umat Islam itu mesti bangkit dari hempasan zaman, konsep hidup yang sesat dan oleh realiti hidup yang menyeleweng, oleh sistem hidup yang pincang dan tiada kena mengena dengan Islam sama sekali, tiada kena mengena dengan program Islam walaupun umat itu masih menganggap dirinya sebagai umat Islam dan masih memanggil negeri tempat tinggal mereka sebagai “dunia Islam.”
Sebenarnya saya paham benar bahwa jarak antara kebangkitan dan “memegang pimpinan” itu masih jauh dan susah dilalui sebab sesungguhnya umat Islam sudah hilang dari “wujud” dan “realiti” begitu lama sekali dan peranan memimpin umat manusia itu telah diambil oleh fikiran yang lain, oleh umat yang lain dan oleh konsep yang lain, juga oleh realiti yang lain berabad-abad lamanya dan materialisme Eropa telah menciptakan, dalam waktu yang begitu lama, banyak perbendaharaan yang berbentuk Ilmu Pengetahuan, kebudayaan, sistem hidup, dan industri.
Walau bagaimanapun tanpa mengenepikan pertimbangan ini, walau bagaimana jauhnya pun jarak di antara kebangkitan dengan memegang pimpinan, langkah-langkah ke arah kebangkitan itu mesti dijalankan terus dan jangan dilengahkan lagi!
Supaya kita selalu dapat menguasai persoalannya, maka perlu benar kita memahami secara terperinci, apakah syarat-syarat kelayakan yang akan menjadikan umat ini (umat Islam) memegang peranan memimpin umat manusia, supaya kita tidak meraba-raba dalam mencari unsur-unsur yang dapat mencetuskan kebangkitan semula umat ini, di peringkat pertama.
Umat ini sekarang tidak punya kemampuan dan tidak perlu ia mempunyai kemampuan untuk mengemukakan kepada umat manusia keunggulan dan kehandalannya di dalam sektor materi yang membikin orang tunduk dan takut kepadanya dan memaksa umat manusia menerima pimpinannya berdasarkan faktor ini; kerana kemajuan Eropa di lapangan ini telah terlalu jauh mendahuluinya dan memang sulit untuk dilewati dalam beberapa abad ke depan, untuk mengatasi mereka di lapangan ini!
Yang demikian maka mestilah dicari suatu syarat kelayakan yang lain, yaitu syarat kelayakan yang tidak terdapat di dalam materialisme sekarang. Ini tidaklah berarti bahwa kita mesti melupakan dan mesti memandang enteng kepada soal teknologi dan sains. Sebab menjadi kewajiban kita juga untuk berusaha mendapatkannya, tapi bukan dengan anggapan bahwa ia merupakan “syarat kelayakan” asasi yang mesti kita gunakan di dalam memegang pimpinan umat manusia dalam zaman sekarang ini.
Cuma ia diperlukan sekadar untuk menjaga hidup kita dari ancaman dan penindasan dan juga kerana konsep Islam sendiri yang mengajarkan bahwa teknologi adalah sebuah kemestian sebagai syarat menjadi khalifah Allah di muka bumi ini.
Oleh kerana itulah maka wajar kalau ada suatu syarat kelayakan lain, bukan teknologi dan industri, dan sudah pastilah syarat kelayakan itu tidak lain daripada akidah dan Program yang menjadikan manusia memelihara dan mengawal hasil teknologi, di bawah pengawasan suatu konsep lain yang dapat memenuhi hajat fitrah seperti yang telah diperolehi oleh kemajuan sains itu, dan supaya akidah dan program itu menjelma di dalam sebuah perkumpulan manusia, yaitu sebuah masyarakat Islam.
Sesungguhnya, dunia sekarang ini berada di dalam Jahiliyyah dari segi dasar yang menjadi sumber bagi tegaknya kehidupan dan peraturan-peraturannya. Jahiliyah yang tidak dapat menyelesaikan beban hidup hasil dari rekaan baru yang sedang memuncak sekarang.
Jahiliyah ini tegak di atas dasar mengebiri kekuasaan-kekuasaan Allah di muka bumi dan merampas hak istimewa Allah yaitu pemerintahan dan kekuasaan.
Jahiliyah itu menyandarkan pemerintahan kepada umat manusia yang menyebabkan setengah golongan menjadi hamba kepada setengah golongan yang lain bukan sahaja di dalam bentuk primitif seperti yang berlaku di zaman jahiliyah purbakala tetapi lebih dahsyat lagi di dalam bentuk mengakui dan memberi hak membuat konsep-konsep, nilai-nilai, undang-undang, peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan yang jauh menyimpang dari panduan dan program Allah untuk hidup ini; dalam perkara-perkara yang tidak pernah diizin oleh Allah.
Karena itu, hasil dari penyalahgunaan kuasa Allah itu secara otomatis akan menimbulkan pelanggaran atas hak-hak Allah, dan pelanggaran atas hak-hak manusia.
Sebenamya kehinaan yang menimpa umat manusia di dalam sistem kolektif dan juga kekejaman yang menimpa individu dan bangsa terjajah di bawah sistem kapitalis adalah salah satu kesan dari pengebirian manusia atas hak istimewa Allah SWT, juga kerana manusia tidak menghargai kehormatan yang dianugerah oleh Allah kepadanya sejak azali.
Di dalam aspek ini, maka konsep Islam tetap berlainan langsung dengan konsep-konsep bikinan manusia; kerana di bawah sistem yang lain dari Islam, umat manusia itu saling mengabdikan diri di antara satu sama lain, dalam bermacam-macam bentuknya. Sedangkan di bawah sistem Islam, umat manusia bebas sepenuhnya daripada sebarang belenggu pengabdian kepada sesama manusia dengan cara mengabdikan diri kepada Allah SWT saja dan menerima arahan daripada Allah saja; juga tunduk dan patuh kepada Allah saja.
Inilah garis pemisah dan inilah persimpangan jalan. Inilah juga konsep baru yang kita mampu kemukakan kepada umat manusia mengenai konsep ini dan yang rangkaiannya adalah perbendaharaan yang masih belum dimiliki oleh umat manusia; kerana ia bukanlah hasil “pengeluaran” atau “produksi” kilang materialisme Barat dan bukan hasil teknologi Eropa, baik Eropah Barat mahu pun Eropah Timur.
Sesungguhnya kita- tanpa ragu sedikit pun - memang memiliki suatu potensi baru, lengkap dan sempurna; potensi yang masih belum dikenal dan belum mampu dibikin oleh seluruh umat manusia.
Tetapi potensi baru ini, seperti telah kita tegaskan, mestilah menjelma di dalam bentuk realiti yang praktis, mesti menjadi panduan dan darah daging suatu umat bagi lahirnya kebangkitan umat Islam yang akan disusul pula, lambat-launnya, oleh peranan memegang pimpinan seluruh umat manusia.
Tetapi bagaimanakah caranya memulakan operasi kebangkitan Islam itu? Jawabnya : Mesti ada satu golongan pelopor atau “kader” yang menghayati cita-cita ini, dan meneruskan kegiatannya dengan cara menerobos ke dalam alam jahiliyah yang sedang berpengaruh di seluruh permukaan bumi ini dengan memakai dua kaedah: yaitu kaedah memisahkan diri dan kaedah membuat hubungan di bidang lain dengan pihak jahiliyah itu.
Para pelopor dan kader itu tentulah memerlukan panduan-panduan di sepanjang perjalanan mereka; panduan yang memberikan tentang tabiat peranan mereka, hakikat tugas mereka dan inti sari tujuan akhir perjalanan mereka dan juga mengenai garis permulaan di dalam perjalanan jauh itu.
Para pelopor dan kader itu perlu mendapat panduan secukupnya mengenai - jahiliyah yang sedang berpengaruh di dunia sekarang di dalam suasana yang bagaimanakah mereka boleh berjalan seiring dengan jahiliyah dan di dalam suasana yang bagaimanakah pula mereka harus memisahkan diri.
Bagaimana caranya melayani pihak jahiliyah itu dengan menggunakan kaedah Islam dan dalam topik apakah yang perlu dibicarakan? Juga dari mana dan bagaimanakah pula menimba bahan-bahan panduan itu?
Panduan-panduan itu hendaklah diambil dan ditimba dari sumber asal akidah ini, yaitu Al-Quran dan juga dari arahan-arahan Al-Quran yang asasi juga dari konsep yang telah dipancarkan oleh Al-Quran ke dalam jiwa para pelopor dan kader terdahulu (para sahabat Rasulullah saw., red), yang telah diberi penghormatan besar oleh Allah SWT untuk mengubah bentuk sejarah umat manusia mengikut kehendak Allah.
Untuk para pelopor dan kader yang diharapkan dan ditunggu-tunggu kelahirannya itu saya tuliskan "Petunjuk Jalan" ini.
Empat fasal dari buku ini diambil dari buku Di bawah Naungan AL-QURAN (Fi Zhilalil Quran) dengan beberapa pindaan dan tambahan di mana perlu, sesuai dengan judul. Di antara kandungannya juga ialah delapan fasal, selain daripada muqaddimah ini, yang ditulis dalam waktu tertentu saya beroleh kesempatan dan ilham dari sumber Al-Quran Yang Mulia… dan dirangkai menjadi satu, sebagai “Petunjuk” dan panduan di dalam perjalanan, seperti juga buku panduan jalan dakwah yang lain.
Setidaknya, inilah petunjuk dan panduan peringkat pertama. Semoga Allah melimpahkan kurnia-Nya dan petunjuk ini akan disusul lagi oleh petunjuk-petunjuk lain bila saja Allah memberi hidayah kepadaku mengenai petunjuk di sepanjang jalan ini.
Wabillahi - ttaufieq.
Sayyid Quthub
(Dari Buku Ma'alim fith Thariq atau Petunjuk Jalan oleh Sayyid Quthub)
Dari Buku: Ma'alim fith Thariq atau Petunjuk Jalan.
Penulis: Sayyid Qutb.

Kamis, 12 Mei 2011

“Riba dan Optimisme membangun Bangsa”

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya." (Al Baqarah: 278-279)

Kehidupan manusia tidak hanya sekedar urusan Ibadah (Hubungan dengan Allah ), tetapi juga berkenaan dengan urusan Muamalat (hubungan antar manusia), 2 dimensi ini yang harus di bina secara beriringan untuk mendapatkan kebahagaian dunia dan akhirat. sebab, manusia harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga, kegiatan bermuamalat dapat menjadi jalan untuk mendapatkan ridhonya. Salah satu hal yang berkenaan dalam bidang muamalat yang terdapat dalam transaksi sehari-hari adalah Riba, Riba hari ini masih jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia sehingga kadang tanpa sadar seseorang yang taat beribadah kepada Allah SWT terkena dosa besar hanya karena tidak mengetahui aspek muamalat ini.
Ayat diatas adalah bentuk pelarangan Allah secara mutlak kepada transaksi yang haram bernama “Riba”. Sebelumnya Allah SWT mengedukasi masyarakat jazirah Arab 14 abad yang lalu dengan bertahap dan perlahan hingga turunnya surat Al-Baqarah : 278-279 ini. Sebelumnya Allah SWT melarang Riba melalui beberapa tahap yang diawali dengan turunnya surat Ar-rum  ayat 39 Dan suatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka riba tidak bertambah di sisi Allah…” ayat ini sesungguhnya menggambarkan bahwa Riba sesungguhnya tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya tetapi malah sebaliknya.
Kemudian tahap kedua pelarangan Riba ketika diturunkannya Surat An-Nisa ayat 160-161 yang melarang riba kemudian surat Al –Imran ayat 130 hingga kemudian ayat diatas yang mutlak melarang transaksi Riba hingga hari ini. Setidak nya timbul pertanyaan di benak kita, apa itu Riba? Mengapa Riba begitu berbahaya ? dan bagaimana kita bisa terbebas dari Riba yang sangat berbahaya?
Apa itu Riba?
Riba secara bahasa diartikan tambahan. Secara istilah riba adalah penambahan dalam transaksi yang tidak seimbang, tidak sesuai syariah. Selain itu, Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia ) no 1 tahun 2004 menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba, dan riba sama dengan haram.  Sebelum fatwa MUI terkait riba di keluarkan, 2 organisasi islam terbesar di Indonesia sudah lebih dahulu mengeluarkan hasil pertemuannya tentang bahaya riba.
Muhammadiyah Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mustasyabihat”. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem Perekonomian khususnya Lembaga perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam   (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968),
kemudian pada tahun 1992 Nahdatul ulama mengeluarkan hasi  Majelis Ulama Indonesia 1)Bunga bank sama dengan riba 2) tidak sama dengan riba 3) Syubhat. MUI harus mendirikan bank alternatif. (Lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991).
Riba membawa kehancuran.
Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) mengatakan bahwa bunga/riba telah memberi andil besar dalam lebih dari 20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20. Ini merupakan sebuah realita tatanan dunia hari ini, yang ternyata menyerang bangsa Indonesia di Tahun 1998 ketika bangsa Indonesia menghadapi krisis perekonomian yang menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia sering di Identikkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mendarah daging di Indonesia. Fakta ini tidak sepenuhnya benar dikarenakan sesungguhnya bangsa Indonesia pada saat itu sudah terjerat oleh hutang luar negeri yang begitu bebas sehingga menyebabkan gagal bayar yang menyebabkan bank-bank di Indonesia pada waktu itu mengalami kehancuran. Sehingga akhirnya pemerintah harus menanggung kerugian perbankan di Indonesia pada saat itu, hingga kemudian menyebabkan pemerintah harus berhutang kepada lembaga ribawi Internasional yaitu IMF
Selanjutnya pemerintah harus menanggung  kewajiban yang telah mencapai titik yang membahayakan ketika itu . Apabila pada tahun 2002 saja, hutang Indonesia total Rp 1401 Trilyun, (hutang luar negeri Rp 742 Trilyun, hutang dalam negeri sebesar Rp 659 Trilyun, maka pada tahun 2003, hutang Indonesia telah mencapai Rp 2000 Trilyun. Jika kita hanya mampu membayar hutang tersebut Rp 2 Trilyun setahun, berarti hutang luar negeri itu baru lunas lebih dari seribu tahun, itupun kalau tidak ditambah hutang baru. Hutang ini, jelas menjadi beban cucu dan cicit kita di masa depan, yang diprediksikan 20 turunan generasi ke depan masih menanggung hutang dan bunga ini.
Sebuah ironi untuk bangsa Indonesia yang harus kita terima hari ini, jeratan hutang yang begitu besar ternyata tidak seberapa dengan bunga yang ternyata membuat bangsa ini tidak akan terlepas dari jeratan hutang yang terus menumpuk.
Hadist terkait Riba
Begitu besar dosa Riba hingga Allah SWT dan Rasul-Nya akan memerangi orang-orang yang memakan riba, hanya Allah SWT yang tahu pasti bahaya besar Riba. Namun jika melihat dosa di atas sudah seharusnya kita terus berusaha untuk menghindari bahaya dari riba, ternyata ada hadist Rasullulah SAW yang berkenaan dengan Riba. Bahkan Rasullulah SAW sudah jauh-Jauh hari mengkhawatirkan akan adanya krisis ekonomi ini.“Bila riba merajalela pada suata bangsa, maka mereka akan ditimpa tahun-paceklik (krisis ekonomi). Dan bila suap-menyuap merajalela,maka mereka suatu saat akan ditimpa rasa ketakutan”. (H.R. Ahmad).
Selain itu Rasulullah SAW menggambarkan dosa Riba , Dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Saw bersabda, Riba itu ada 73 tingkatan. Yang paling ringan daripadanya adalah seumpama seseorang menzinai ibunya sendiri (Al-Hakim) Naudzubillah, dosa yang sangat berbahaya. Riba juga termasuk dalam 1 dari 7 dosa besar, Sabda Nabi Saw, “Jauhi kamulah 7 dosa besar yang membinasakan, yaitu: 1. Syirik kepada Allah2. Sihir 3. Membunuh orang yang diharamkan Allah 4. Makan riba 5. Makan harta anak yatim 6. Lari dari medan perang 7. Menuduh orang beriman yang telah kawin melakukan zina (Muttafaq ‘Alaih). Bahkan menurut beberapa ulama bencana yang hari ini melanda Indonesia dikarenaka transaksi Riba seperti hadist sebagai berikut : Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepada mereka”.(H.R. Hakim)
Indonesia Optimis tanpa Riba, Terbebas dari jeratan Riba.
Ada satu pepatah yang mengatakan bahwa apa bila kita tidak bisa merubah negara, maka rubahlah lingkungan kita, seandainya tidak bisa maka rubahlah keluarga, seandainya tidak bisa maka rubahlah diri kita hingga kita mampu merubah dunia. Hari ini  masyarakat Indonesia di hadapkan pada fakta bahwa Riba sudah begitu menjerat bangsa ini mulai dari perbankan sampai ke dana haji yang bernuansa ibadah, semua menggunakan riba. Sabda Nabi Muhammad Saw : Pasti akan datang suatu masa terhadap manusia, di mana tak seorang pun yang bisa terhindar dari riba. Siapa yang berusaha tidak mengambilnya, dia akan terkena juga debu-debunya (H.Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)
Maka, mulai hari ini kita bangun optimisme kita bersama bahwa transaksi yang sesuai syariah dan di berkahi Allah SWT dapat segera terwujud, riba/ bunga dapat segera hilang dari tanah air Indonesia. Sehingga kita tida harus pusing lagi melihat APBN bangsa yang dikeruk asing lewat pembayaran bunga, bencana alam yang hari ini melanda, perekonomian yang rentan krisis dapat segela lenyap dan hilang dari muka bumi ini. Wallahualam bi sawab.
Bebas dari jeratan Riba.
Untuk itu kami sebagai mahasiswa yang bergerak dalam pengkajiaan dan pengembangan Ekonomi islam. Dalam Aksi Simpatik FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) “Indonesia Optimis tanpa Riba” Tanggal 13 Mei 2011 di Bundaran HI, Jakarta . menghimbau agar :
1.       1.) Melalui Fakta diatas kami menghimbau Masyarakat untuk meninggalkan Riba/ Bunga yang hari ini banyak terdapat dalam lembaga keuangan di Indonesia.
2.       2.) Pemerintah harus meninggalkan lingkaran pinjaman berbasis bunga baik melalui pinjaman luar negeri, obligasi, dan SBI yang telah menguras APBN  bangsa indonesia melalui pembayaran bunga dan pelunasan hutangnya hingga hari ini 
3.       3.) Masyarakat di minta tetap Optimis dan turut aktif menghindari transaksi Riba dimanapun yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan.

Press Realease,Aksi Simpatik “Indonesia Optimis Tanpa Riba”

Indonesia yang hari ini masih dalam jeratan penjajahan gaya baru (neo Imprealisme) yang menjerat tatanan ekonomi bangsa ini, mulai dari pengusaan aset negara oleh asing, suap, produk asing yang menyerbu negeri ini, hingga yang terpenting jeratan bunga atau riba yang hari ini mengakar dalam sistem perekonomian bangsa, hingga ketatanan masyarakatnya.

Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) mengatakan bahwa bunga/riba telah memberi andil besar dalam lebih dari 20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20. Ini merupakan sebuah realita tatanan dunia hari ini, yang ternyata menyerang bangsa Indonesia di Tahun 1998 ketika bangsa Indonesia menghadapi krisis perekonomian yang menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia sering di Identikkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mendarah daging di Indonesia. Fakta ini tidak sepenuhnya benar dikarenakan sesungguhnya bangsa Indonesia pada saat itu sudah terjerat oleh hutang luar negeri yang begitu bebas sehingga menyebabkan gagal bayar yang menyebabkan bank-bank di Indonesia pada waktu itu mengalami kehancuran. Sehingga akhirnya pemerintah harus menanggung kerugian perbankan di Indonesia pada saat itu, hingga kemudian menyebabkan pemerintah harus berhutang kepada lembaga ribawi Internasional yaitu IMF.

Selanjutnya pemerintah harus menanggung  kewajiban yang telah mencapai titik yang membahayakan ketika itu . Apabila pada tahun 2002 saja, hutang Indonesia total Rp 1401 Trilyun, (hutang luar negeri Rp 742 Trilyun, hutang dalam negeri sebesar Rp 659 Trilyun, maka pada tahun 2003, hutang Indonesia telah mencapai Rp 2000 Trilyun. Jika kita hanya mampu membayar hutang tersebut Rp 2 Trilyun setahun, berarti hutang luar negeri itu baru lunas lebih dari seribu tahun, itupun kalau tidak ditambah hutang baru. Hutang ini, jelas menjadi beban cucu dan cicit kita di masa depan, yang diprediksikan 20 turunan generasi ke depan masih menanggung hutang dan bunga ini.

Sebuah ironi untuk bangsa Indonesia yang harus kita terima hari ini, jeratan hutang yang begitu besar ternyata tidak seberapa dengan bunga yang ternyata membuat bangsa ini tidak akan terlepas dari jeratan hutang yang terus menumpuk.

Begitu besar dosa Riba hingga Allah SWT dan Rasul-Nya akan memerangi orang-orang yang memakan riba, hanya Allah SWT yang tahu pasti bahaya besar Riba. Namun jika melihat dosa di atas sudah seharusnya kita terus berusaha untuk menghindari bahaya dari riba, ternyata ada hadist Rasullulah SAW yang berkenaan dengan Riba. Bahkan Rasullulah SAW sudah jauh-Jauh hari mengkhawatirkan akan adanya krisis ekonomi ini.“Bila riba merajalela pada suata bangsa, maka mereka akan ditimpa tahun-paceklik (krisis ekonomi). Dan bila suap-menyuap merajalela,maka mereka suatu saat akan ditimpa rasa ketakutan”. (H.R. Ahmad).
 
Indonesia Optimis tanpa Riba, Terbebas dari jeratan Riba.
Ada satu pepatah yang mengatakan bahwa apa bila kita tidak bisa merubah negara, maka rubahlah lingkungan kita, seandainya tidak bisa maka rubahlah keluarga, seandainya tidak bisa maka rubahlah diri kita hingga kita mampu merubah dunia. Hari ini  masyarakat Indonesia di hadapkan pada fakta bahwa Riba sudah begitu menjerat bangsa ini mulai dari perbankan sampai ke dana haji yang bernuansa ibadah, semua menggunakan riba.
Maka, mulai hari ini kita bangun optimisme kita bersama bahwa transaksi yang sesuai syariah dan di berkahi Allah SWT dapat segera terwujud, riba/ bunga dapat segera hilang dari tanah air Indonesia. Sehingga kita tida harus pusing lagi melihat APBN bangsa yang dikeruk asing lewat pembayaran bunga, bencana alam yang hari ini melanda, perekonomian yang rentan krisis dapat segela lenyap dan hilang dari muka bumi ini. Wallahualam bi sawab.

Bebas dari jeratan Riba.
Untuk itu kami sebagai mahasiswa yang bergerak dalam pengkajiaan dan pengembangan Ekonomi islam. Dalam Aksi Simpatik FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) “Indonesia Optimis tanpa Riba” Tanggal 13 Mei 2011 di Bundaran HI, Jakarta . menghimbau agar :
1.       1.) Melalui Fakta diatas kami menghimbau Masyarakat untuk meninggalkan Riba/ Bunga yang hari ini banyak terdapat dalam lembaga keuangan di Indonesia.
2.      2.) Pemerintah harus meninggalkan lingkaran pinjaman berbasis bunga baik melalui pinjaman luar negeri, obligasi, dan SBI yang telah menguras bunga dan pelunasan hutangnya hingga hari ni APBN  bangsa indonesia.
3.       3.) Masyarakat di minta tetap Optimis dan turut aktif menghindari transaksi Riba dimanapun yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan.
Presidium Nasional FoSSEI

Imam Punarko