Pages

Minggu, 05 Juni 2011

Ukhuwah di Segenggam Tanah Syurga*

Segenggam tanah surga yang dibuang ke bumi, itulah ungkapan yang di sematkan kepada negeri kerinci, negeri laiknya kuali tempat memasak, bentuknya cekung dikelilingi oleh pegunungan. Udara di wilayah ini sejuk dan cuacanya dingin seperti di kawasan bogor. Ketika malam wilayah ini menjadi ruang terbuka dengan pemandangan astronomi perbintangan yang sangat jelas, entah kenapa bintang di sini begitu berserakan dengan jajaran bintang yang lebih padat daripada jajaran bintang yang terlihat diwilayah lain, sepertinya bentuk cekung wilayah ini menjadi lensa superbesar yang menyediakan pemandangan yang sangat eksotik ini. Inilah kabupaten kerinci di propinsi Jambi, negeri yang masih alami dengan kebudayaan penduduknya yang masih memegang moral dan etika yang masih terjaga baik.

Kabupaten Kerinci sendiri memiliki objek wisata yang berdekatan, dan memiliki tingkat kealamian yang tersusun sebagaimana ia dibentuk oleh alam. Dari Air terjun di pegunungan sampai gambaran dataran rendah berupa danau dan kawah air panas. Dari gambaran sederhana ini layak disematkan kota Indah nan elegan yang menyebabkan ia dianggap bagian dari lempengan surga, kesejukannya membuat paru-paru bergairah menghela nafas panjangnya, membuat tubuh menggigil hingga sangat cocok untuk menjadi penguat struktur tubuh manusia.

Kota berkah ini memang harus tetap ada, karena dari keasrian kerinci kita dapat melihat bentuk rasa syukur kita kepada sang khalik. Pemerintah dan masyarakat seharusnya membuat tim yang menjaga wilayah ini dari sentuhan westernisasi, dari mangsa kapitalistik yang mengeruk potensi wilayahnya, dari hedonisme yang membuat individualistik masyarakatnya.

Disinilah FoSSEI SUMBAGTENG (Sumatera Bagian Selatan ) yang di antaranya menjadi titik pergerakan kelompok studi ekonomi islam(KSEI) diwilayah Riau, kep Riau, Jambi, Padang, Bukit Tinggi, dll dalam merangkai kegiatan dakwah Ekonomi Islam. Setiap regional memiliki karakteristiknya masing-masing, FoSSEI Jabodetabek dengan Kedekatan antar KSEInya, begitu juga FoSSEI Jogja, dan FoSSEI Banten. Selain 3 wilayah ini, wilayah FoSSEI memiliki keluasan wilayah, yang berkumpulnya saja dapat menjadi pundi-pundi amal ibadah mulai dari mencari dana, jarak perjalanan, sampai persiapan acara. Hal ini bisa menjadi contoh kita bersama untuk dapat belajar dari perjuangan rekan-rekan didaerah-daerah yang kian hari semakin militan.

Setidaknya dari Mureg Sumbagteng yang diadakan di STAIN Kerinci kemarin kita dapat menangkap beberapa kelebihan dari Regional ini. Pertama, Wilayah ini memiliki potensi alam yang luas sehingga butuh tokoh ekonom rabbani yang mengelolanya. Kedua, wilayah perjuangan yang luas menjadi bagian penting sebagai penguat dan daya tahan militansi seseorang. Ketiga, informasi yang terbatas diharapkan dapat ditingkatkan sehingga meningkatkan sinergi antara lembaga-lembaga pengembang ekonomi islam dengan mahasiswa dalam membuat instrumen yang cocok untuk menggarap potensi alam yang masih belum terjamah. Keempat, wilayah yang masih kuat unsur kebudayaannya dengan nilai moral dan etika yang masih digenggam erat menjadi laboratorium paling baik dalam mengembangkan ekonomi islam.

Keuntungan-keuntungan ini diharapkan dapat ditingkatkan oleh para pejuang ekonomi islam di wilayah yang sampai saat belum terurus dengan becus(baik) ini. Karena karakteristik FoSSEI Merajut ukhuwah, dalam Dakwah, bernuansa Ilmiah ini diharapkan FoSSEI dapat menjadi alternatif dari kekosongan sistem perekonomian yang hari ini makin bernuansa eksploitatif. Menjadi pekerjaan rumah kita bersama seandainya FoSSEi dapat menjadi solusi sebelum permasalahan terjadi, di Wilayah Sumatera Bagian Selatan ini masyarakatnya masih menganut apa yang saya sebut enterpreneur kekeluargaan. Masyarakatnya memanfaatkan kreatifitasnya dalam menghasilkan produk dengan penjualan yang jaringan kekeluargaannya masih sangat kuat, sehingga dalam menghasilkan semisal dodol saja, maka sang enterpreneur masih mendapatkannya dari keluarga terdekat, dari mulai gula yang didapat dari paman, kelapa dari sepupu, dibuat dengan anak dan saudara kandung, ataupun jika harus kepasar maka barang yang dibeli biasanya dari teman bermain waktu kecil, dsb.

Konsep berjualan nan berkah serta makin jarang ditemukan di kota besar ini mesti menjadi titik fokus rekan-rekan ekonomi islam di FoSSEI. Kita lihat negeri cina yang hari ini menguasai Pasar Retail Indonesia sehingga hampir disetiap sudut dari bengkel sampai toko kelontok dikuasai warga keturunan cina ini, kemudian kerjasama ala Meiji di Jepang yang berhasil menguasai Otomotif di Indonesia bahkan di Dunia Internasional sampai saat ini, dan terakhir konsep persaudaraan zionis Yahudi yang dengan kebanggaan maha tinggi terhadap rasnya menciptakan pengusaan terhadap sektor moneter mulai dari masa Rockefellernya sampai george sorosnya yang diyakini memiliki dana yang dapat membuat limbung suatu negara. dari fakta ini kita dapat memahami hanya dengan konsep persaudaraan islam yang kuat sesungguhnya perekonomian umat manusia dapat diselamatkan. Sebab, dari Islamlah keberkahan muncul, konon katanya dengan kemiskinan non persen di pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kemudian menyebabkan alam mendukung kekuasaannya, menurut sejarah bulir gandum di sama ini sebesar biji buah kurma. Bisa dibayangkan, berapa buat butir gandum saja jika kita ingin makan.

Inilah Pekerjaan Rumah kita selaku pejuang dakwah ekonomi islam yang seharusnya sudah berfikir ilmiah untuk mengembangkan wilayah dimana kita berada. Dan memperkecil diri kita menyibukkan dari fanatisme golongan yang menyebabkan kita tidak bersatu, politik kepentingan yang membuat dakwah menjadi goyang, atau permasalahan remeh-temeh pengakuan yang menyebabkan dakwah tidak ikhlas dan jauh dari berkah.
Seharusnya kita mengembalikan dakwah kita sesuai dengan visi dakwah yang Rasullulah SAW contohkan pada kita, dan ini merupakan refleksi kita bersama. Pertama Rasullulah SAW mempersiapkan pribadi yang kuat terlebih dahulu dengan mendekatkan kaumnya dengan Allah SWT dengan perjuangan dakwah yang tidak sederhana, 10 tahun beliau menguatkan kader dakwahnya di mekkah dengan ancaman pembunuhan, penyiksaan, dan pelecehan. Ingatlah cobaan itu lah yang menguatkan kita, hingga Rasullulah SAW merasa bahwa umatnya akan mudah goyak ketika Allah SWT membukakan harta dan kemudahannya, bukan ketika umatnya tidak bisa makan dan berada dalam jeratan kemiskinan.

Kedua. Konsep Hijrah Rasullulah SAW menjadi bukti bahwa dakwah harus senantiasa berfilosofi dengan senantiasa membuka jalur dakwah baru dengan senantiasa merindukan sebuah kemenangan dakwah, perpindahan bukti sebagai penguat dakwah bukan ketakutan. Ini yang sempat menjadi kisah lucu saya di Kerinci, ketika Akh Dores menanyakan apakah saya bersedia tinggal di Sumatera, saya katakan, sedang saya pertimbangkan. Artinya saat itu saya berfikir hegemoni Jakarta dengan masyarakatnya yang kian dekat dengan kamaksiatan, bergumul, kemudian menjadikan tempat umum karpet merah menampilkan budaya. Astagfirullah, saya hanya ingin menjadi orang-orang yang dikatakan Rasullulah SAW orang yang terbaik adalah orang yang sabar dan berusaha merubah keadaan tidak ideal di sekitarnya.
Ketiga, kemenangan dakwah pasti terjadi, man jadda wa jadda (siapa yang berusaha pasti bisa), dan ketika itu terjadi kita menjadi orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada Allah SWT dengan sebenar-benar nya taqwa.

Melalui Musyawarah Regional SUMBAGTENG saya banyak belajar dan menyaksikan perjuangan rekan-rekan FoSSEI di sini dalam berkumpul memperjuangkan ekonomi islam agar tegak di pertiwi. Saya pun merasa belum melakukan apapun ketika menyaksikan pejuang dakwah ekonomi islam di sini. Hanya rasa syukur saja bahwa ketika amanah ini diberikan karena kemurahan Allah SWT yang menempatkan saya dalam medan dakwah dimana informasi menjadi harga yang murah untuk mendapatannya, dengan jarak tempuh yang ideal, kompetisi masyarakatnya yang membentuk pribadi tangguh dalam jarak masyarakat yang menunggu untuk di bangkitkan fitrah-fitrah ilahiahnya.

Beginilah kisah sederhana negeri sungai penuh, negeri yang baru dan membuat saya menjadi merasa tertarik hingga menciptakan kesan-kesan norak, ingin tahu, dan kurang sopan dalam menyambangi dan menanyakan hal-hal yang baru bagi saya ini. Semoga inilah keuntungan dakwah islam, melihat pejuang-pejuangnya merasa bahagia berukhuwah, dan merasakan cinta yang di rindukan oleh oleh penduduk-penduduk syurganya.

 *(cerita perjalanan dari Musyawarah Regional FoSSEI Sumbagteng di Kerinci) oleh Imam Punarko, Presidium Nasional FoSSEI 2010-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar